Thursday, July 26, 2012

Terbitnya PP No. 56/2012 Tuntaskan Masalah Honorer

Pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2012 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer tahun 2012. PP yang merupakan perubahan kedua atas PP No. 48 tahun 2005 itu tersebut mengatur tiga hal, yakni mengenai honorer kategori 1, honorer kategori 2, dan jabatan mendesak untuk diangkat menjadi CPNS.
Terkait dengan terbitnya PP tersebut, Sekretaris Kementerian PAN dan RB Tasdik Kinanto yang didampingi Deputi SDM Aparatur Kementerian PAN dan RB Ramli E. Naibaho menggelar jumpa pers bersama dengan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Eko Soetrisno, Jumat, (1 Juni 2012). Hadir dalam acara tersebut, Deputi Kelembagaan Ismadi Ananda, dan Deputi Pelayanan Publik Wiharto.
Menurut Tasdik Kinanto, meskipun merupakan perubahan kedua atas PP No. 48/2005, namun isinya tidak ada perubahan yang signifikan.  Secara umum  berisi langkah-langkah yang perlu dilakukan khususnya oleh Kementerian PAN dan RB, BKN dan BPKP, dalam penangananan tenaga honorer, dalam kaitannya dengan penataan jumlah dan distribusi PNS, ujarnya.
Namun, lanjutnya, PP ini akan menjadi payung hukum dalam pengangkatan tenaga honorer kategori 1, atau yang disebut honorer tertinggal atau tercecer, secara adil dan transparan. “Prinsipnya, mereka yang berhak harus diangkat, tetapi yang tidak berhak ya tidak diangkat,” tambah Tasdik.
Lebih dari itu, Tasdik menekankan, terbitnya PP  No. 56/2012 ini bisa mengakhiri ‘rezim honorer’, sehingga manajemen PNS dapat ditata sesuai dengan prinsip-prinsip merit system, dan tidak dijadikan komoditi politik dan ajang KKN, yang mengakibatkan rendahnya kualitas birokrasi di tanah air.
Sejalan dengan prinsip itu, konsekuensinya tidak semua yang sudah lolos verifikasi, yakni  pasti bisa diangkat menjadi CPNS. Pasalnya, setelah diuji public ternyata banyak aduan, laporan, serta keluhan dari berbagai pihak, terkait dengan kebenaran honorer dimaksud. Namun angka itu tidka harus habis. “Meskipun alokasi anggarannya sudah ditetapkan oleh badan Anggaran untuk masuk dalam tahun 2012 ini, kalau realitasnya hanya lima ribu yang memenuhi syarat, ya cukup lima ribu  yang diangkat. Kami sangat serius menangani ini,” ujarnya  .
Deputi bidang SDM AParatur Kementerian PAN dan RB Ramli E. Naibaho dalam kesempatan itu mengatakan, sehubungan dengan banyaknya aduanm, Menetri PAN dan RB telah memerintahkan agar dibentuk tim verifikasi bersama dnegan BKN dan BPKP, untuk memperoleh data yang benar-benar akurat. “Setelah diperoleh data akurat, baru ditetapkan formasinya,” ujarnya.
Namun hal itu juga belum menjamin bahwa honorer  yang sudah pemberkasan pasti diangkat menjadi CPNS. “Bahkan, meski sudah diberi NIP sekalipun, kalau terbukti palsu, akan kami batalkan,” tambahnya.
Selain mengatur honorer kategori 1, dalamPP  juga diatur mengenai honorer kategori 2, yang sebenarnya antara keduanya hamper sama. Bedanya, kategori 2 ini dibiayai bukan dari APBN atau APBD. Terhadap mereka, tidak dilakukan diverifikasi, tapi akan dilakukan tes sesama mereka. Juga ada penghargaan terhadap mereka yang memiliki masa kerja lebih lama. Dari hasil pembahasan dengan kementerian Keuangan, dan DPR, alokasi anggaran untuk mereka akan masuk APBN tahun 2013.
Dengan terbitnya PP itu juga memungkinkan seorang dokter yang mau bekerja di daerah terpencil dapat  diangkat menjadi CPNS tanpa melalui seleksi. Namun usianya dibatasi, maksimal 46 tahun. Selain itu, dibuka juga untuk tenaga yang memiliki keahlian spesifik yang tidak ada di PNS, misalnya ahli nuklir. “Konsentrasinya, untuk yang mendukung program pro job,pro poor,pro growth. Ini kewenangan Presiden. BKN dan Menpan membantu melakukan analisis,” tambahnya..
Terkait dengan formasi tahun 2012 ini, ramli mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima usulan formasi dari 85 daerah, tetapi hanya 20 yang telah melengkapi dengan analisa jabatan, analisa beban kerja serta proyeksi kebutuhan pegawai hingga lima tahun ke depan. Bagi yang tidak melaporkan dengan benar, sesuai dengan kebijakan moratorium, tidak diberi alokasi formasi PNS. Padahal, formasi untuk tahun ini dialokasikan sebanyak 72 ribu dari honorer, dan sekitar 60 ribu dari pelamar umum. “Bagi yang masih ingin mengajukan formasi, diberikan kesempatan hingga akhir Juni, karena sudah harus masuk dalam pembahasan APBN. Kalau memasukkan sesudah bulan Juni, maka akan masuk dalam prioritas untuk tahun 2013,” tambah Ramli.
Plt. Kepala BKN Eko Soetrisno mengungkapkan, pihaknya bersama BPKP dan kementerian PAN dan RB telah melakukan verifikasi terhadap 152 ribu tenaga honorer kategori 1, tetapi hanya ada 72 ribu dianggap valid. Terhadap mereka, dilakukan  uji public. Dari 523 instansi pusat dan daerah, yang sudah melakukan uji publik dan melaporkan ada 429 instansi, dan 94 yang saat ini tengah lakukan uji public.
Dari hasil uji public, ada111 instansi yang menyatakan sudah clear, karena tidak ada complain. Dari jumlah itu, tercatat ada sebanyak 4.517 tenaga honorer kategori 1. Dari laporan yang diterima BKN, lanjut Eko, suratnya ada yang ditandatanganai oleh bupati,  ada walikota, Wakil Bupati,  ada juga yang ditandatanganai Sekda. Hanya beberapa yang ditandatangani oleh BKD.
Eko menambahkan, laporan dari Pejabat Pembina kepegawaian (PPK)  ada 574 surat. Isinya bukan pengaduan, tapi umumnya berupa penjelasan. Sedangkan dari perorangan sebanyak  254 surat, termasuk yang menyangkut dirinya.” Ada dari masyarakat yang mengatakan semuanya tak benar,” tambah Eko.
Menjawab wartawan, Sesmen PAN dan RB menegaskan,  meski ada daerah yang belum melampirkan anjab dan ABK, dia bisa honorer K1 yang sudah clear bisa diangkat. (ags/HUMAS MENPAN-RB)


Sumber : http://www.menpan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=254:terbitnya-pp-no-562012-tuntaskan-masalah-honorer&catid=1:berita-terbaru

Monday, July 23, 2012

Menjalin Hubungan Kerja yang Harmonis

Hubungan interpersonal merupakan bagian terpenting dalam bekerja. Meski dalam beberapa tempat, orang menyepelekan soal satu ini. Hubungan dengan orang-orang di lingkungan kerja tak kalah penting dalam mendongkrak karier.


Hal paling penting dalam pekerjaan di masa ini adalah kemampuan membangun dan menjaga hubungan. Meski Anda sering gonta-ganti pekerjaan dalam perjalanan karier, namun membangun jaringan dan menjaga hubungan itu adalah hal yang sangat penting. Yang juga perlu diketahui, tempat yang paling mudah dan paling baik untuk membangun jaringan hubungan adalah di kantor.

Dengan siapakah Anda menjalin hubungan? Benar. Dengan atasan, rekan kerja dan client atau pelanggan.

Kesuksesan dan perkembangan karier Anda banyak tergantung pada atasan. Atasanlah yang dapat memberi kesempatan menangani tugas-tugas strategis atau klien-klien utama perusahaan, serta memberikan pekerjaan-pekerjaan penting lainnya. Atasan juga lah yang berperan dalam menilai performance, kenaikan gaji atau kenaikan pangkat. Atasan Anda dapat pula menjadi mentor bagi Anda.

Mereka dapat memberikan sebagian pengalaman, petunjuk dan pengarahan kepada Anda untuk belajar. Ia juga yang akan membiarkan Anda bertumbuh dalam pekerjaan, sekaligus menunjukkan dan membukakan ‘pintu’ kesempatan. Hubungan baik dengan atasan adalah hal berharga di dalam perkembangan karier Anda.

Yang kedua adalah rekan kerja. Mitra kerja atau kolega yang Anda temui setiap hari juga sangat berharga bagi Anda, dan sebaliknya Anda pun berguna bagi mereka. Bantulah mereka menyelesaikan pekerjaannya, terutama ketika mereka berada dalam keadaan sangat sibuk dan dikejar ‘deadline’. Jangan segan memberi pujian jika mereka berhasil menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Kenali rekan kerja, termasuk kebiasaan dan pribadi mereka. Ajak mereka makan siang bersama atau pulang bersama. Ini dilakukan untuk lebih mengenal mereka di luar jam-jam kerja.

Dan yang tidak kalah penting adalah menjalin hubungan dengan klien atau pelanggan. Seorang klien yang puas tentu akan dengan senang hati menghubungi Anda kembali di masa yang akan datang. Entah itu hanya untuk mengucapkan selamat atas promosi Anda, atau bahkan menawarkan kerjasama baru dengan Anda.

Hubungan dengan klien bisa rapi terjalin jika Anda tak pelit untuk mengontak mereka. Jangan hanya mengontak mereka saat Anda membutuhkan. Kalau perlu, datangi mereka di luar jam kerja, meski itu cukup menyita waktu.

Jadi, berhubungan dengan orang-orang di lingkungan pekerjaan tak hanya menolong karier, tetapi juga membuat tempat kerja Anda lebih menyenangkan. Sekaranglah waktunya bagi Anda untuk membangun hubungan dan meraih sukses di tempat kerja.



Sunday, July 15, 2012

Persepsi-Persepsi Tentang E-Government

Pendahuluan

E-Government sudah menjadi program nasional sejak tahun 2003. Melalui Inpres no. 3/2003, pemerintah menyatakan e-government sebagai arah strategis pengembangan layanan kepemrintahan yang harus diimplementasikan di tingkat pusat maupun daerah. Pada kenyataannya, sampai saat ini perkembangan realisasi e-government belum menggembirakan. Masih banyak lembaga pemerintah, baik di pusat maupun daerah, yang belum menganggap e-government sebagai prioritas. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai fenomena ketidakoptimalan pemakaian teknologi informasi (TI) dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pemerintahan di segala lini: infrastruktur, sistem-sistem aplikasi komputer, dan proses-proses birokrasi.
Problem-problem implementasi e-governement memang disebabkan banyak hal, tetapi ada pola-pola yang menarik di baliknya. Pola-pola ini mengarah pada kesalahan persepsi atau pandangan pihak-pihak di lingkungan pemerintah terhadap konsep e-government itu sendiri. Tulisan ini mencoba menggali beberapa persepsi yang keliru tentang e-government, kemudian berusaha menyajikan kenyataan atau konsep yang benar.

Persepsi #1: E-Government = Situs Web Lembaga Pemerintah
Persepsi ini dulu banyak dianut pada saat-saat awal e-government digalakkan. Situs web adalah representasi pemanfaatan TI dan Internet yang paling terlihat, maka dengan mudah orang kemudian mengasosiasikan situs web dengan e-government. Jadi jika sudah memiliki situs web, maka pemerintah dianggap sudah menerapkan e-government.
Tentu saja pandangan ini tidak benar. Menurut teori komunikasi, situs web adalah media komunikasi. Ia adalah alat untuk membangun interaksi antara pemerintah dengan pihak-pihak terkait, dan efektivitasnya tergantung pada banyak hal (misalnya, ketersediaan bandwidth, kualitas informasi yang dikandungnya, dan frekuensi update. E-Government, di sisi lain, melibatkan TI secara lebih luas dan bahkan menyangkut aspek-aspek lain di luar TI. Menganggap e-government identik dengan keberadaan situs Web jelas akan mereduksi makna dari e-government itu sendiri.

Persepsi #2: E-Government = Ketersediaan Infrastruktur
Infrastruktur perangkat keras dan jaringan komputer (termasuk koneksi ke Internet) memang sangat penting dalam e-government, tetapi ketersediaan infrastruktur tidaklah identik dengan e-government. Infrastruktur membentuk pondasi bagi pemanfaatan TI di berbagai lembaga pemerintah. Infrastruktur memungkinkan pemakai membangun berbagai layanan dan aplikasi serta modus komunikasi. Ibaratnya sistem transportasi, infrastruktur adalah jaringan jalan rayanya, tetapi sebagus apapun jalan raya tersebut, kemanfaatan sistem transportasi tersebut juga ditentukan oleh mobil yang lewat dan muatan-muatan yang dibawanya. Dan yang lebih penting lagi, tujuan keseluruhan sistem transportasi tersebut adalah menumbuhkan kekuatan-kekuatan pemberdayaan. E-governmentpun demikian, infrastruktur TI harus dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar.

Persepsi #3: E-Government = Pembangunan Sistem-Sistem Aplikasi
Persepsi ini adalah kulminasi dari dua persepsi sebelumnya. E-government dipersepsikan sempurna bila situs web, infrastruktur, dan sistem-sistem aplikasi telah tersedia. Aplikasi-aplikasi tersebut bertujuan mengimplementasikan fungsionalitas layanan-layanan e-government, baik yang bersifat publik maupun internal.
Persoalannya adalah ternyata keberadaan aplikasi-aplikasi dan sistem-sistem informasi di berbagai lembaga pemerintah belum bisa merealisasikan kinerja fungsionalitas layanan-layanan e-government dengan baik. Sistem-sistem informasi yang dibangun belum bisa mengolah data dan menghasilkan informasi yang akurat dan tepat waktu. Aplikasi-aplikasi tidak bisa melakukan apa yang biasanya dilakukan di lembaga yang menerapkannya. Intinya, komputerisasi dirasakan masih belum bisa menampilkan potensi komputer sebagai alat yang memudahkan.
Akar persoalan tersebut adalah tidak selarasnya sistem-sistem yang dikembangkan dengan proses-proses birokrasi yang dilakukan sehari-hari. Keduanya tidak menyatu dengan baik, masing-masing berjalan sendiri dengan polanya. Apa yang dilakukan sistem-sistem informasi tidak sesuai dengan proses-proses birokrasi yang ada, dan apa yang dihasilkan tidak bisa digunakan oleh proses-proses tersebut. Pada akhirnya tujuan dasar sistem informasi untuk mendukung kegiatan penyelenggaraan pemerintahan tidak tercapai dengan optimal. Artinya, esensi e-government juga tidak tercapai.

Persepsi #4: Pengembangan Harus E-Government Secara Bertahap
Hampir semua lembaga pemerintahan berpendapat bahwa e-government harus dilakukan secara bertahap. Pendapat ini benar adanya, tetapi kadang-kadang alasannya tidak tepat. Banyak yang berpendapat bahwa penahapan diperlukan karena alasan terbatasnya biaya. Seharusnya keterbatasan biaya dianggap sebagai kekangan, bukan alasan dasar untuk melakukan penahapan implementasi e-government.
Alasan yang lebih penting adalah kesiapan (maturity). Teknologi informasi adalah produk dunia maju. Penerapannya di lingkungan-lingkungan lokal kita bisa menimbulkan jarak (gap), karena tingkat kematangan masyarakat yang berbeda. Penerapan TI memerlukan proses akulturasi untuk meminimalkan jarak tersebut. Proses inilah yang direalisasikan melalui penahapan-penahapan implementasi, dengan tiap tahapan bertujuan menaikkan tingkat kematangan dan kesiapan pemakai TI.
Persoalan lain yang muncul dalam konteks penahapan implementasi e-government adalah aspek perencanaan. Banyak implementasi yang tidak didahului oleh perencanaan yang matang. Akibatnya kegiatan-kegiatan pada tiap tahapan seolah-oleh berdiri sendiri dan menghasilkan artefak-artefak yang tidak tersambung dengan baik. Keberadaan rencana jangka panjang (rencana induk, cetak biru, atau variasinya) sangat penting sebagai guideline bagi penahapan implementasi e-government.

Persepsi #5: Sistem-Sistem Informasi di Berbagai SKPD
Persepsi ini mirip dengan persepsi #3, hanya saja sudut pandang tinjauannya berbeda. Ada pihak eksekutif yang berpendapat bahwa jika semua SKPD telah memiliki sistem-sistem informasi untuk mendukung kegiatannya, maka semua kebutuhan akan bisa dipenuhi oleh sistem-sistem tersebut dan pengambilan keputusan bisa lebih baik lagi.
Kenyataannya, banyak proses pengambilan keputusan dan penyediaan layanan yang tidak efektif karena memerlukan data dan informasi yang berasal dari berbagai sumber. Karena sumber-sumber informasi tidak terintegrasi, proses pemenuhan kebutuhan informasi komposit untuk pengambilan keputusan atau penyediaan layanan harus dilakukan secara manual. Akibatnya sulit untuk menyediakan informasi yang diperlukan secara cepat dan mudah.
Dalam dunia yang serba terhubung saat ini, integrasi informasi menjadi syarat penting bagi terselenggaranya kegiatan-kegiatan kepemerintahan. Keberadaan sistem-sistem informasi di SKPD tidak akan banyak berarti jika tidak diikuti dengan integrasi antar sistem-sistem tersebut. Integrasi ini mengidentifikasi jalur-jalur akses data dan informasi antar sistem, yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan informasi yang bersifat antar-bidang.

Persepsi #6: E-Government Hanya Memerlukan SDM Bidang TI Saja
Memang e-government sarat dengan implementasi TI yang tentu saja memerlukan SDM-SDM teknis yang tangguh, tetapi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, e-government tidak hanya berurusan dengan aspek teknis TI saja. Untuk menjamin keberhasilan penerapan TI di lingkungan organisasi pemerintah, diperlukan orang-orang yang dengan kewenangan yang cukup yang memiliki pandangan visioner tentang pemanfaatan TI serta kemampuan mengorganisasikan berbagai sumber daya dalam sebuah orkestrasi proses-proses bisnis yang selaras dengan TI. Peran ini justru tidak memerlukan ketrampilan teknis yang tinggi, justru kemampuan manajemennya yang lebih dituntut. Di lingkungan pemerintahan, peran ini merupakan porsi para pejabat, bukan staf teknis.
Kesimpulannya, untuk mendukung e-government, para pejabat pemerintahpun perlu terlibat aktif dan memberikan dukungan yang diperlukan sehingga apa yang dilakukan oleh staf teknis dapat berjalan dengan baik. Mereka harus memiliki kepemimpinan TI (IT leadership) yang tinggi untuk dapat mengawal implementasi e-government.

Persepsi #7: E-Government itu Mahal
Mahal atau murah itu relatif. Yang penting bukan mahal murahnya, tetapi nilai tambah yang bisa dihasilkan. E-government menjadi mahal jika investasi (infrastruktur, sistem-sistem aplikasi, dan berbagai pengadaan lain) tidak bisa memenuhi sasaran yang diinginkan. Sebaliknya, biaya investasi yang tinggi menjadi tidak berarti jika implementasi TI mampu menggulirkan efek berantai (multiplier effect) yang menghasilkan outcome yang jauh lebih bernilai dibandingkan investasi yang telah dikeluarkan.

Persepsi #8: Sasaran E-Government adalah Tuntasnya Implementasi TI
Tuntasnya implementasi TI hanyalah merupakan sasaran antara dalam e-government. TI hanyalah alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar, yang tidak lain adalah tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan itu sendiri. Bank Dunia mengidentifikasikan tujuan akhir e-government adalah peningkatan-peningkatan dalam pemberdayaan masyarakat,  kualitas pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas, dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri.
Agar tidak terjebak untuk berhenti pada sasaran antara, semua pihak harus memiliki pemahaman yang tepat tentang konsep dasar e-government. Dalam memandang e-government, TI justru tidak boleh terlalu menonjol sehingga menutupi tujuan dasar yang hakiki. Dalam banyak kasus, justru yang lebih penting untuk ditangani adalah perbaikan dan peningkatan sistem dan proses birokrasi. Di sinilah letak pentingnya internalisasi visi e-government, dan ini hanya bisa disampaikan oleh pejabat-pejabat pemerintah yang memiliki komitmen yang kuat terhadap reformasi birokrasi dan visi tentang TI sebagai alat strategis untuk mencapainya.

Penutup
Penjelasan tentang persepsi-persepsi yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan hasil pengamatan terhadap berbagai usaha implementasi e-government baik di tingkat pusat maupun daerah. Pada umumnya identifikasi terhadap persepsi-persepsi tersebut muncul dari pengamatan di lapangan maupun komentar dan ungkapan dari para pihak yang terkait. Kenyataan ini menunjukkan bahwa banyak hal yang harus dikerjakan untuk mendukung keberhasilan e-government.


My Calendar

Recent Posts